Sorotan Tajam Program Pemutihan Gubernur Jabar di Samsat Karawang Dipertanyakan

 


KARAWANG, Suara Hukum Live – Program pemutihan biaya mutasi balik nama kendaraan gratis yang digaungkan Gubernur Jawa Barat, KDM, melalui media sosial TikTok, ternyata tidak semulus yang diharapkan masyarakat di Samsat Karawang. Alih-alih mempermudah, masyarakat justru menghadapi dugaan praktik monopoli dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pegawai Samsat, memicu gelombang kekecewaan dan pertanyaan besar.

Antusiasme warga Karawang menyambut program "gratis" KDM ini disambut dengan kenyataan pahit. Proses yang seharusnya mudah justru dipersulit dengan pemberlakuan kuota harian. Pada Senin, 19 Mei 2025, misalnya, pelayanan pengurusan BPKB dibatasi hanya untuk 120 orang, dengan pembagian antrean dari pukul 08.00 hingga 10.00 WIB.

Seorang warga yang tidak mendapatkan antrean setelah pukul 10.00 WIB mempertanyakan kebijakan kuota ini kepada seorang petugas. "Kenapa menggunakan kuota 120?" tanyanya.  menjawab singkat, "Takut kesorean." Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada pukul 13.46 WIB, nomor antrean sudah habis dan tidak ada lagi pelayanan, padahal jam kerja seharusnya belum berakhir. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa waktu pelayanan sengaja dibatasi untuk memprioritaskan kepentingan biro jasa yang menitipkan berkas melalui oknum pegawai Samsat.

Kekecewaan mendalam disampaikan oleh narasumber berinisial JJ. Ia menceritakan pengalamannya memutasikan kendaraan dari Bekasi ke Karawang. Meski ada program pemutihan, JJ dikenakan biaya proses mutasi sebesar Rp 250.000 dengan estimasi waktu 30 hari. Yang mengejutkan, biaya tersebut belum termasuk pengambilan BPKB.

"Rp 250 ribu itu untuk apa?" tanya JJ. Pegawai pelayanan menjawab, "Itu biaya proses mutasi." Namun, untuk mengambil BPKB di Polda, JJ harus mengeluarkan biaya tambahan: Rp 600.000 untuk mobil dan Rp 500.000 untuk motor. Lebih parah lagi, oknum Samsat menawarkan "jalur kilat" dengan biaya yang jauh lebih mahal. "Kalau mau diurus sama pegawai Samsat di Bekasi, kalau mau kilat juga bisa, sanggup bayarnya enggak?" tutur oknum tersebut, seperti diceritakan JJ.

Pengalaman JJ mencerminkan bagaimana program gratis yang diharapkan meringankan beban masyarakat justru menjadi ladang pungli bagi oknum tak bertanggung jawab. JJ, yang enggan disebutkan namanya secara lengkap, mengungkapkan kekecewaannya karena proses yang tak kunjung selesai dan semakin sulit.

Awak media Suara Hukum Live meminta  Gubernur Jawa Barat untuk segera menindak tegas oknum calo dan praktik pungli di lingkungan Samsat Karawang maupun di Samsat lain. Praktik ini tidak hanya merugikan masyarakat secara finansial, tetapi juga mencoreng citra institusi dan program pemerintah.

"Apakah proses tersebut harus sama orang yang tidak bertanggung jawab dengan biaya mahal? Dan masih ada biro jasa di lingkungan Samsat tersebut," tegas JJ.

Hasil tinjauan awak media Suara Hukum di Samsat Karawang dan Metro Jaya Bekasi hingga berita ini diterbitkan menunjukkan bahwa pengawasan terhadap kinerja Samsat harus lebih ditingkatkan agar tidak ada lagi penyimpangan dari aturan yang telah disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat. Masyarakat berharap adanya intervensi tegas dari pihak berwenang agar program pemutihan benar-benar dapat dirasakan manfaatnya tanpa embel-embel biaya siluman dan proses yang berbelit.

Apakah dugaan praktik pungli di Samsat Karawang akan ditindaklanjuti secara serius, ataukah masyarakat akan terus menjadi korban "biaya siluman" di balik janji manis program pemerintah?