Suara Hukum.love - Karawang,
kota industri yang tumbuh pesat, menyimpan paradoks yang menyakitkan. Di tengah
gemerlap pabrik-pabrik raksasa, ribuan pemuda menganggur meratapi nasib.
Gerakan Pengangguaran Remaja Karawang (Geprek) telah berulang kali menyuarakan
keprihatinan mereka, namun jeritan mereka seakan tak didengar.
"Saya sudah lulus kuliah dua tahun lalu,
tapi belum juga dapat pekerjaan," ujar Andi, salah satu anggota Geprek.
"Setiap hari saya mengirim lamaran, tapi selalu ditolak. Saya merasa masa
depan saya gelap."
Kisah Andi bukanlah cerita tunggal. Ribuan
pemuda Karawang mengalami hal serupa. Mereka putus asa, frustrasi, dan
kehilangan harapan. Pengangguran massal ini tak hanya berdampak pada individu,
tetapi juga pada masyarakat secara luas. Tingkat kriminalitas meningkat,
kemiskinan meluas, dan potensi konflik sosial semakin besar.
Dugaan korupsi dan nepotisme
dalam proses perekrutan semakin memperparah situasi. "Banyak lowongan
pekerjaan yang sudah diisi sebelum diumumkan secara terbuka,"
Keriuhan
kembali mewarnai halaman Kantor Bupati Karawang. Ratusan pemuda dari Gerakan
Pengangguaran Remaja Karawang (Geprek) kembali menggelar aksi demonstrasi,
Senin (30/9). Ini bukan aksi pertama mereka. Sepanjang tahun 2023, Geprek telah
tiga kali turun ke jalan menyuarakan nasib para pemuda penganggur. Kekecewaan
yang mendalam mendorong mereka untuk terus berjuang."
"Endang Macan, Ketua Geprek, tampak
kecewa saat menyampaikan bahwa janji pemerintah untuk memfasilitasi pekerjaan
bagi 500 anggotanya belum terealisasi. "Ini sudah keempat kalinya kami
demo, tapi hasilnya nihil," ujarnya dengan nada kesal. Menurut Endang,
mekanisme yang ditawarkan Dinas Ketenagakerjaan, seperti pendaftaran melalui
info loker, tidak efektif. "Banyak anggota kami yang sudah mendaftar, tapi
tidak ada satupun yang dipanggil. Ada apa ini?," tanyanya. Geprek menduga
adanya permainan kotor dalam proses perekrutan tenaga kerja di Karawang."
"Dugaan praktik korupsi dalam perekrutan
tenaga kerja semakin menguat. Endang Macan, Ketua Geprek, mengungkapkan bahwa
banyak lowongan pekerjaan yang sudah diisi sebelum diumumkan secara terbuka.
"Kami menemukan kasus di mana lembaga pelatihan kerja (BLK) di Karawang
merekrut tenaga kerja dari luar daerah, padahal banyak pemuda Karawang yang
membutuhkan pekerjaan," ujarnya. Endang menduga ada oknum-oknum tertentu
yang bermain dalam proses perekrutan ini. Bahkan, ia menyebut adanya praktik
suap dalam mendapatkan pekerjaan."
Rosmalia, Kepala Dinas
Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan akses informasi
lowongan kerja seluas-luasnya kepada masyarakat. Namun, ia juga mengakui bahwa
perusahaan memiliki otonomi penuh dalam proses rekrutmen. 'Perusahaan memiliki
standar sendiri dalam memilih calon karyawan,' ujarnya. Hal ini membuat para
pemuda penganggur merasa dilemahkan, karena mereka merasa tidak memiliki daya
tawar dalam persaingan mendapatkan pekerjaan."
PJ Bupati
Karawang, Teppy Wawan Dharmawan, mengakui bahwa masalah pengangguran pemuda di
Karawang membutuhkan perhatian serius. Namun, ia juga menegaskan bahwa
kewenangan pemerintah daerah dalam hal pengawasan tenaga kerja terbatas.
'Aturan mainnya sudah jelas, kewenangan terbesar ada di tingkat provinsi,'
tegasnya. Meski demikian, Teppy berjanji akan memfasilitasi pertemuan lanjutan
untuk mencari solusi komprehensif. 'Ini adalah momentum yang baik untuk kita
semua duduk bersama, mencari jalan keluar terbaik bagi para pemuda penganggur,'
ujarnya.
"Pertemuan
mediasi antara pemerintah dan Geprek menghasilkan sejumlah kesepakatan, namun
juga mengungkap perbedaan pandangan. PJ Bupati mengakui bahwa masalah
pengangguran pemuda adalah masalah serius, namun ia juga menekankan
keterbatasan kewenangan pemerintah daerah. Sementara itu, Geprek mendesak
pemerintah untuk mengambil tindakan yang lebih tegas dan konkret. Perbedaan
pendapat ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah pengangguran di Karawang
dan membutuhkan solusi yang melibatkan berbagai pihak.