Pertempuran Hukum: Kuasa Hukum Bela Klien Skizofrenia di Tengah Pusaran Kasus Judi Online

 


Suara Hukum.livePolemik Persidangan: Antara Kebenaran dan Keadilan bagi Penderita Skizofrenia dan Judi Online: Sebuah Studi Kasus yang Mengungkap Tantangan Penegakan Hukum. Persidangan kasus nomor 262/pid.Sus/2024/Pncjr menyita perhatian publik. Donny Andretti, S.H. Skom.Mkom.CMD, yang didampingi oleh para pimpinan Feradi WPI, hadir dalam sidang tersebut. Organisasi advokat ini menyatakan komitmen penuh untuk mengawal perkara ini hingga tuntas. Saksi dari Tokopedia dan ahli forensik kejiwaan dihadirkan oleh jaksa penuntut umum untuk mengungkap fakta-fakta penting dalam kasus ini.

Polemik mewarnai awal persidangan, Donny Andretti, kuasa hukum, berhasil melobi ketua pengadilan agar persidangan dapat diliput media. Namun, kejutan muncul ketika ketua pengadilan melarang penyebaran liputan melalui TikTok. Alasannya? Kasus masih dalam proses. Donny pun bertanya, "Apa bedanya TikTok dan YouTube? Bukankah keduanya sama-sama platform untuk menyampaikan informasi?" Pertanyaan ini mengundang perdebatan sengit, menggarisbawahi pentingnya regulasi media sosial dalam konteks persidangan.

Jalannya persidangan kasus nomor 262/pid.Sus/2024. menjadi lebih rumit setelah dua saksi kunci yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum berhalangan hadir. Ketidakhadiran mereka memaksa JPU untuk membacakan keterangan saksi secara tertulis. Hal ini tentu saja mengurangi efektivitas pembuktian dan menjadi tantangan tersendiri bagi JPU dalam upaya membuktikan tuduhan terhadap terdakwa.

Saksi dari Tokopedia yang seharusnya memberikan keterangan penting, mendadak absen karena sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut. Ketidakhadiran saksi ini tentu saja menghambat proses persidangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun hanya bisa membacakan aturan produk yang dilarang oleh Tokopedia.

menyajikan dilema yang menarik. Terdakwa, yang didiagnosis mengidap skizofrenia, mengaku sering mendengar bisikan yang memerintahkannya untuk melakukan tindakan tertentu. Pertanyaan besarnya adalah: Dapatkah kita menyalahkan seseorang yang tindakannya dipengaruhi oleh penyakit mental? Atau apakah kita harus tetap menjatuhkan hukuman sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum?

Donny, kuasa hukum terdakwa, menyuarakan kekecewaannya karena ketidakhadiran para saksi. Ia berpendapat bahwa hal ini menghambat proses persidangan dan merugikan hak terdakwa untuk mendapatkan pembelaan yang adil. Tanpa adanya kesempatan untuk melakukan cross-examination terhadap saksi, Donny merasa sulit untuk menggali kebenaran dan meruntuhkan tuduhan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

Donny, kuasa hukum, menjelaskan awal penagkapan terdakwa dengan melontarkan pertanyaan langsung kepada Antonius: "Anda mengakui telah menyebabkan kerugian miliaran rupiah akibat penutupan situs judi online selama 12 jam, bukan? Dan ironisnya, Anda ditangkap hanya dua hari setelah aksi tersebut.

Antonius ditangkap di kediamannya di Tangerang oleh petugas Polres Cianjur atas dugaan peretasan situs judi online. Saat ditangkap, Antonius mengakui perbuatannya. Diatakan Antonius polisi menyita dua ponsel, satu laptop, dan sebuah flashdisk. Namun, terdapat kejanggalan dalam proses penangkapan ini. Adik Antonius mengklaim bahwa petugas tidak menunjukkan surat perintah penangkapan, yang merupakan pelanggaran prosedur hukum

Dalam kesaksiannya, Antonius mengaku pernah mengalami kejadian tindak kekerasan oleh oknum. Berawal Saat sidang berlangsung, karena efek halusinasinya, ia merasa mendapat perintah untuk memukul kursi yang ternyata diduduki oleh Jaksa Penuntut Umum. Untungnya, niat tersebut urung dilakukan. Antonius menjelaskan bahwa kondisi halusinasinya sering kambuh jika ia lupa mengonsumsi obat-obatannya. Serelah Kembali keruang tahanan Antonius medapat Tindakan yang tidak menyenagkan oleh oknum petugas.

Gejala skizofrenia yang dialami Antonius terkadang memicu perilaku yang membahayakan diri sendiri. Halusinasi yang muncul dapat mendorongnya untuk melakukan tindakan impulsif, seperti menusuk dirinya sendiri. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan medis yang serius.

Kuasa hukum meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan kondisi medis tersangka. "Tersangka membutuhkan perawatan medis yang intensif agar dapat sembun.," ujar kuasa hukum. "Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi kejiwaannya akan semakin memburuk dan berpotensi membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain."

Tersangka adalah korban dari penyakit mental yang serius," tegas kuasa hukum. "Ia membutuhkan bantuan, bukan hukuman. Oleh karena itu, saya memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan tersangka agar dapat menjalani perawatan..

Sidang akan dilanjutkan hari Senin mendatang dengan menghadirkan keterangan saksi saksi untuk meringankan hukuman terhadap tersangka.Pungkasnya (Red)