Suara Hukum.live - Kisah pilu kembali menyelimuti dunia migran Indonesia. Amih, seorang TKW asal Rengasdengklok, menghembuskan napas terakhirnya di Jeddah, Arab Saudi. Kematiannya yang tragis meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, terutama anak semata wayangnya yang kini menjadi yatim piatu. Ironisnya, perusahaan sponsor yang menjanjikan kehidupan lebih baik justru lepas tangan. Kasus ini mengungkap sisi kelam dari bisnis penempatan tenaga kerja ke luar negeri dan mendesak kita untuk lebih peduli pada nasib para TKW.
Orang tua Amih menceritakan,Keberangkatan Amih ke Arab Saudi
pada 24 April 2022 sarat dengan pelanggaran prosedur. Tanpa dilengkapi izin
dari orang tua maupun desa, ia berangkat bersama Yati, seorang sponsor dari PT
Panca Banyu Aji Sakti yang menjemputnya di depan pom bensin. Hal ini menguatkan
adanya pelanggaran proserdur.
Mendengar kabar duka itu, keluarga Amih tak tinggal diam.
Mereka segera menjalin komunikasi dengan Ibu Yati sebagai pihak yang
bertanggung jawab untuk memfasilitasi kepulangan jenazah Amih.
Ibu Yati menawarkan secercah harapan dengan mengajukan klaim
asuransi. Namun, keluarga Amih terperangah ketika mengetahui jumlah santunan
yang sangat minim, hanya 4 juta rupiah. Alasan PT Panca Banyu Aji Sakti yang
sudah tutup semakin menambah kekecewaan mereka
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
perusahaan yang memberangkatkan TKI wajib memberikan asuransi kepada setiap
calon TKI. Ini artinya, perusahaan seharusnya sudah mengasuransikan Amih Pasal 68 UU 39/2004 joPasal 2 Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia,
Sesuai dengan peraturan pemerintah terbaru, setiap TKI yang
memiliki asuransi berhak mendapatkan santunan kematian sebesar lima puluh juta
rupiah dan biaya pemakaman sebesar lima juta rupiah sebagai bentuk perlindungan
bagi keluarga (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 1 Tahun 2012)
Keluarga ahli waris TKI yang meninggal dunia harus segera
mengajukan klaim asuransi dalam waktu paling lambat 12 bulan sejak terjadinya
kematian. Jika melebihi batas waktu tersebut, maka hak untuk mendapatkan
santunan akan hilang (Pasal 26
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 1 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia)
Perusahaan penyalur tenaga kerja (PJTKI) yang tidak
memberikan asuransi kepada TKI yang mereka kirim ke luar negeri akan dikenai
sanksi pidana. Hukumannya cukup berat, yaitu penjara minimal 1 tahun dan
maksimal 5 tahun, atau denda minimal 1 miliar rupiah dan maksimal 5 miliar
rupiah (Pasal 103 ayat [1] UU 39/2004).
Untuk melindungi TKI, pemerintah telah menetapkan sanksi
yang tegas bagi PJTKI yang tidak memberikan asuransi. Pelaku dapat dihukum
penjara minimal satu tahun dan maksimal lima tahun, atau denda hingga miliaran
rupiah
Dugaan pelanggaran UU TPPO dalam kasus kematian Amih menjadi
sorotan. Keluarga korban berharap aparat penegak hukum tidak tebang pilih dan
menjerat semua pihak yang terlibat dalam jaringan kejahatan ini.