GMBI Minta BPN Usut Tuntas Sengketa Tanah Warga Tegallega

 


Suara Hukum.live - GMBI menyoroti kejanggalan status kepemilikan tanah warga Tegallega yang tertuang dalam dokumen pertanahan. Dalam audiensi dengan BPN Karawang, GMBI mempertanyakan mengapa SHM yang seharusnya memberikan hak milik penuh atas tanah, justru terbit dalam bentuk SHGB. Pihak BPN yang diwakili oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Kasubag TU menjelaskan bahwa perbedaan status kepemilikan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor teknis dan hukum.

Lembaga swadaya masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karawang untuk segera mencari solusi atas sengketa tanah yang dialami warga Tegallega. Dalam audiensi yang digelar , GMBI mempertanyakan status kepemilikan tanah warga yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) namun terbit dalam bentuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Perwakilan BPN yang dipimpin Kepala Seksi Pengendalian dan Permasalahan Tanah telah menerima aspirasi warga dan berjanji akan menindaklanjuti masalah ini.

Menanggapi keluhan warga Tegallega, Kepala Seksi Pengendalian dan Permasalahan Tanah mengakui bahwa BPN belum memiliki informasi yang cukup mengenai sengketa tanah tersebut. Beliau menyampaikan bahwa pihaknya baru mengetahui permasalahan ini setelah menerima aduan langsung dari GMBI

"Asep Mulyana, Ketua GMBI Distrik Karawang, menjelaskan bahwa kedatangan mereka ke BPN Karawang bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan memberikan pendampingan hukum kepada warga Tegallega. Ia menyoroti kejanggalan dalam sertifikat tanah warga yang berstatus Hak Milik (SHM) namun terbit sebagai Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Praparta Kencana Asri.

GMBI, yang didampingi oleh beberapa Lembaga Bantuan Hukum (LBH), telah melakukan komunikasi intensif dengan pihak Sinarmas dan Pindodeli terkait masalah ganti rugi atas perubahan status tanah warga Tegallega dari Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang masuk dalam area PT. Meskipun pihak perusahaan menyatakan kesediaan untuk memberikan ganti rugi, hingga kini warga belum menerima kepastian dan realisasi pembayaran. GMBI mendesak pihak perusahaan untuk segera memenuhi janji mereka

Asep menegaskan bahwa warga Tegallega memiliki bukti-bukti yang sah atas kepemilikan tanah mereka, seperti SPPT dan surat keterangan dari desa. Penerbitan SHM pada tahun 1995-1996 telah melalui proses yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ketua GMBI mengungkapkan bahwa ada 24 sertifikat hak milik (SHM) yang dimiliki oleh 14 warga Tegallega. Bukti kepemilikan ini, kata Asep Mulyana, diperkuat dengan data pembayaran pajak bumi dan bangunan. Namun, yang mengejutkan adalah ditemukannya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Praparta Kencana Asri yang tumpang tindih dengan SHM warga. Ironisnya, tidak ada tanda batas yang jelas antara lahan milik warga dan lahan milik perusahaan, sehingga memicu konflik.

“perusahaan tersebut telah menerbitkan plang kepemilikan lahan yang menunjukkan adanya tumpang tindih antara SHM warga dengan SHGB milik perusahaan. Namun, hingga kini belum ada upaya dari perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan kejelasan kepada warga."Ungkapnya

Badan Pertanahan Nasional (BPN) menawarkan solusi mediasi untuk menyelesaikan sengketa tanah di Tegallega. Pihak BPN akan memfasilitasi pertemuan antara semua pihak yang terkait, termasuk warga, GMBI, dan perusahaan yang bersengketa, dalam upaya mencari titik temu dan penyelesaian yang adil.

Ketua Distrik LSM GMBI meminta BPN untuk segera menggelar mediasi.  agar permasalahan ini terungkap secara terang benderang dan keadilan dapat ditegakkan bagi semua pihak."