Skandal Kontainer Unsika: Ada Apa di Balik Pengadaan Rp6,4 Miliar?

 


Suara Hukum.lve - Pihak Rektorat Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), dalam keterangan resmi yang disampaikan oleh Kepala Biro Unsika, Bapak Kurniawan, pada hari Selasa, 17 Desember 2024, telah memberikan penjelasan terkait polemik yang timbul seputar pengadaan 40 unit kontainer sebagai ruang belajar sementara bagi mahasiswa.

Pihak perguruan tinggi berargumen bahwa pengadaan 40 unit kontainer dengan total biaya Rp6,4 miliar merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan mendesak terkait kekurangan ruang kelas. Namun demikian, pandangan yang berbeda disampaikan oleh salah satu alumni Unsika,  Asep Agustian, S.H., M.H.

Praktisi hukum tersebut berpendapat bahwa aparat penegak hukum perlu segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap polemik pengadaan 40 unit kontainer di Universitas Singaperbangsa Karawang. Beliau menyoroti adanya indikasi bahwa pengadaan tersebut tidak semata-mata didorong oleh kebutuhan mendesak akan ruang kelas, namun diduga terdapat kepentingan pribadi dari oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari situasi tersebut

Dalam keterangannya, Askun, seorang praktisi hukum, mengungkapkan adanya dugaan praktik tidak wajar dalam proses pengadaan 40 unit kontainer di Unsika, yaitu adanya pemberian uang kembali kepada panitia pengadaan yang berbentuk Badan Layanan Umum (BLU). Beliau meragukan bahwa pengadaan ini semata-mata didorong oleh kebutuhan mendesak akan ruang kelas, dan meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut guna mengungkap dugaan adanya indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan tersebut.

Saya sangat prihatin dengan kondisi mahasiswa Unsika yang harus belajar di peti kemas. Ini bukan hanya masalah fasilitas, tapi juga masalah tata kelola universitas yang buruk," ujar Ketua DPC PERADI Karawang. "Sebagai alumni, saya merasa terpanggil untuk bersuara dan meminta pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan," tegasnya.

“Sebagai bagian dari komunitas alumni, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa almamater kita memberikan pendidikan yang berkualitas kepada generasi penerus. Saya ingin bertanya kepada seluruh alumni, apakah kita akan tetap diam ketika nilai-nilai akademik dan martabat almamater kita diinjak-injak?" tanya Askun dengan nada penuh harap.

Sebagai alumni, kita memiliki kewajiban moral untuk menjaga nama baik almamater. Bagaimana perasaan kita jika setiap kali ada yang bertanya tentang kualitas pendidikan di Unsika, kita harus menjawab bahwa mahasiswa belajar di dalam kontainer? Bukankah ini merupakan cerminan buruk dari kualitas pendidikan yang kita terima?

Askun menyatakan keheranannya terhadap langkah yang diambil oleh pihak Rektorat Unsika. Meskipun pihak Rektorat mengklaim telah mengambil langkah cepat, namun kualitas solusi yang ditawarkan patut dipertanyakan. Mengapa tidak dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Karawang untuk memanfaatkan aset-aset daerah yang tidak terpakai, seperti rumah susun, gedung diklat, atau gedung-gedung pemerintah lainnya sebagai alternatif ruang belajar?

"Askun mempertanyakan mengapa pihak Rektorat tidak melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan Pemerintah Daerah Karawang. Beliau berpendapat bahwa Pemerintah Daerah pasti bersedia memberikan bantuan dan solusi yang lebih efisien, misalnya dengan menyediakan aset-aset daerah yang tidak terpakai sebagai ruang belajar