Tanggapan Tegas Eigen: "Generalisasi 'Wartawan Bodrex' dan LSM Merusak Demokrasi"



Suara Hukum.live - Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri PMD) H. Yandri Susanto, S.Pt., M.Pd.menuai tanggapan dari Ketua LBH DPD LSM GMBI Distrik Karawang dan praktisi hukum Dr. (c) EIGEN JUSTISI ST., SH., MH., CLA., CLD., CBLC., CTL., CIRP., CCA., CMLC., CCD., C.Med 

Eigen mengatakan “saya memberikan tanggapan tegas terhadap pernyataan tersebut. Pernyataan ini tidak mendasar karena Istilah "wartawan Bodrex" dan generalisasi negatif terhadap LSM adalah tidak berdasar dan berpotensi merusak citra profesi wartawan serta organisasi LSM secara umum.Tidak semua wartawan atau anggota LSM melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.Penting untuk membedakan antara oknum yang tidak bertanggung jawab dengan keseluruhan profesi atau organisasi.

Menurut Dr. (c) Eigen, generalisasi negatif terhadap wartawan dan LSM sebagai pelaku pemerasan dapat melemahkan kontrol sosial yang merupakan bagian penting dari sistem demokrasi yang sehat. Ia juga menekankan bahwa mekanisme hukum harus ditegakkan secara proporsional terhadap oknum yang melakukan tindakan melawan hukum, tanpa merugikan kebebasan pers dan masyarakat sipil.

Pernyataan ini juga menyoroti pentingnya bagi pejabat publik untuk tidak membuat generalisasi yang dapat merugikan citra profesi wartawan dan organisasi LSM secara umum. Jika ada oknum yang melakukan tindakan yang melanggar hukum, maka penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan, tanpa diskriminasi.

Sebagai informasi, "wartawan Bodrex" adalah istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada wartawan yang tidak profesional atau tidak memiliki etika jurnalistik yang baik. Istilah ini memiliki konotasi negatif dan dapat merendahkan profesi wartawan secara keseluruhan.

Secara prinsip, setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan informasi. Namun, kebebasan ini tidak boleh disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau merugikan pihak lain.

Jika kita ingin berbicara dalam bahasa hukum, maka kita harus memahami prinsip-prinsip keadilan dan penegakan hukum yang objektif. Sebuah pernyataan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas dapat disamakan dengan delik penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap profesi wartawan dan aktivis LSM, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP tentang penghinaan dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jika dilakukan dalam ruang digital.

Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa setiap orang yang merasa dirugikan oleh pernyataan tersebut memiliki hak untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib. Proses hukum yang adil dan transparan akan menentukan apakah pernyataan tersebut melanggar hukum atau tidak.

Analogi hukumnya sederhana: jika ada oknum dalam pemerintahan yang korup, apakah kita akan menyebut seluruh aparatur negara sebagai koruptor? Tentu tidak. Begitu pula dengan wartawan dan LSM, jika ada individu yang menyalahgunakan profesinya, maka tindakan hukum harus diarahkan kepada individu tersebut, bukan menggeneralisasi seluruh kelompok.

Prinsip ini sejalan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menghakimi seseorang atau kelompok hanya berdasarkan asumsi atau generalisasi yang tidak berdasar.

Kami menghormati langkah penegakan hukum yang profesional dan tidak tebang pilih. Namun, kami juga mengingatkan bahwa kekuasaan yang tidak terkontrol akan membawa kita kepada praktik otoritarianisme. Oleh karena itu, kami meminta agar Menteri PMD segera mengklarifikasi dan meluruskan pernyataannya agar tidak menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.