Suara Hukum.live -Kami,Organisasi Asosiasi Jurnalis Indonesia Bersatu (Ajib), dengan ini menyampaikan kritik keras terhadap pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri PMD), H. Yandri Susanto, S.Pt., M.Pd., yang menyebut bahwa desa sering diganggu oleh "wartawan bodrek" dan LSM yang meminta uang, serta menghimbau kepolisian untuk menangkap mereka.
Yerrydewa, menegaskan bahwa LSM
dan wartawan bekerja berdasarkan hukum, bukan premanisme. Jika memang ada oknum
yang menyalahgunakan profesinya, mekanisme hukum telah mengatur cara
penanganannya. Menteri PMD seharusnya berkata, "Jika ada wartawan atau LSM
yang melanggar hukum, silakan laporkan dengan bukti yang jelas," daripada
menebar stigma negatif yang berpotensi melemahkan peran kontrol sosial
masyarakat.
Pernyataan Menteri PMD yang menyebut wartawan "bodrek" dan LSM
"abal-abal" bukan hanya tendensius, tetapi juga berpotensi
membahayakan. Pasalnya, pernyataan tersebut bersifat generalisasi dan tidak
memiliki dasar yang kuat. Akibatnya, seluruh profesi wartawan dan aktivis LSM
dapat terkena imbasnya.
Sekjen DPP Asosiasi Jurnalis Internasional Bersatu (AJIB), Yerrydewa,
menilai bahwa pernyataan Menteri PMD dapat memecah belah bangsa. Seharusnya,
seorang menteri lebih bijak dalam berbicara. Pernyataan yang bersifat
generalisasi seperti ini dapat memicu konflik antara pemerintah desa, wartawan,
dan LSM. Padahal, ketiganya memiliki peran penting sebagai mitra dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Pernyataan Menteri PMD juga mengabaikan fakta bahwa wartawan bekerja
berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sementara itu, LSM
memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan kegiatan mereka, seperti
kebebasan berserikat dan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang.
Yerrydewa menegaskan bahwa wartawan dan LSM bekerja berdasarkan hukum, bukan
atas dasar premanisme. Jika ada oknum yang menyalahgunakan profesinya,
mekanisme hukum telah mengatur cara penanganannya. Oleh karena itu, Menteri PMD
seharusnya mengatakan, "Jika ada wartawan atau LSM yang melanggar hukum,
silakan laporkan dengan bukti yang jelas," alih-alih menebar stigma
negatif yang justru dapat melemahkan peran kontrol sosial masyarakat.
Kami (Organisasi AJIB) mengecam keras
pernyataan Kementerian Desa yang merendahkan profesi wartawan dan LSM.
Pernyataan tersebut tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik dan menunjukkan
ketidakpahaman akan peran penting media dan masyarakat sipil dalam mengawal
kebijakan pemerintah.
Kami
menolak stigma negatif yang dilontarkan oleh Kementerian Desa terhadap wartawan
dan LSM. Kami percaya bahwa sebagian besar wartawan bekerja secara profesional
dan independen, serta memiliki kode etik jurnalistik yang harus dipatuhi.
Demikian pula, banyak LSM yang bekerja secara sungguh-sungguh untuk
memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Kami menuntut agar Kementerian Desa meminta
maaf secara terbuka atas pernyataan yang telah mereka buat. Permintaan maaf ini
penting sebagai bentuk pengakuan kesalahan dan komitmen untuk menghormati
kebebasan pers dan hak masyarakat untuk berserikat.
Kami mengajak semua pihak untuk mengedepankan
dialog yang konstruktif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat. Kami percaya
bahwa komunikasi yang baik dapat membantu mencari solusi terbaik bagi
kepentingan bersama.
Kami
menyatakan solidaritas kami dengan seluruh wartawan dan LSM yang telah menjadi
korban stigma negatif dari Kementerian Desa. Kami akan terus berjuang untuk
menjaga kebebasan pers dan hak masyarakat untuk berserikat.