Suara Hukum.com - Di tengah gemerlap pembangunan, masih ada sudut-sudut kelam yang terlupakan. Rumah Bapak Saman di Jati Peureuh, RT 13 RW 04, Desa Aman Sari, Rengas Dengklok, adalah salah satunya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, kini menjadi saksi bisu ketidakadilan.
Bapak Saman, seorang pedagang sayur keliling,
hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Atap rumahnya yang bocor menganga, seolah
menantang langit untuk menumpahkan air hujan. Setiap tetesnya adalah siksaan,
memaksa keluarganya untuk berdesakan mencari tempat kering di tengah malam yang
dingin.
"Rumah saya sudah disurvei sejak tiga
tahun lalu," tutur Pak Saman dengan suara bergetar. "Tahun kemarin,
katanya mau dibangun. Tapi, bahan bangunannya belum datang. Hanya janji-janji
yang saya terima."
Harapan Pak Saman, yang sempat membumbung
tinggi, kini jatuh berkeping-keping. Program Rumah Layak Huni (Rulahu) yang
seharusnya menjadi anugerah, justru menjelma menjadi mimpi buruk. Ia merasa
diabaikan, dilupakan, dan dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindunginya.
Kisah Pak Saman hanyalah satu dari sekian
banyak potret buram pelaksanaan program Rulahu. Di balik angka-angka statistik,
ada manusia-manusia yang berjuang untuk bertahan hidup, yang haknya terabaikan.
Mereka adalah korban dari birokrasi yang lamban, dari janji-janji palsu yang
tak pernah ditepati.