Suara Hukum.Live - Bukan lagi sekadar wacana, Pemerintah Daerah (Pemda) Karawang kini menunjukkan keseriusan penuh dalam menanggulangi permasalahan sampah yang kian pelik. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Karawang, Aang Rahmatullah, tampil sebagai "jenderal" dalam front pertempuran ini, mengungkapkan serangkaian strategi inovatif yang tak hanya bertumpu pada regulasi, namun juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat hingga "amunisi" teknologi dan investasi pihak ketiga.
Alih-alih menyalahkan, Sekda Aang justru mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyadari bahwa "medan perang" sampah ini adalah tanggung jawab bersama. "Masalah sampah ini terus kami tangani secara serius. Pak Bupati dan Pak Wakil Bupati sudah turun langsung memotret kondisi nyata di lapangan," tegasnya, seolah ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan di Karawang benar-benar "turun gunung" untuk memahami akar permasalahan.
Lebih dari sekadar inspeksi, Pemda Karawang kini mengaktifkan kembali Jumat Bersih. "Sekarang kembali digalakkan program Jumat Bersih usai olahraga pagi, agar ASN bisa menjadi pelopor di lingkungan kerja masing-masing," ujar Sekda Aang, membuktikan bahwa perubahan harus dimulai dari internal birokrasi.
Namun, gebrakan inovatif tak berhenti di situ. Sekda Aang mengisyaratkan adanya "kartu merah" dan "bintang penghargaan" dalam pengelolaan sampah. "Kalau reward dan punishment tentu akan diterapkan. Yang tidak melaksanakan akan diumumkan, sebagai bentuk tanggung jawab bersama," katanya, sebuah langkah progresif yang diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran kolektif.
Menyadari bahwa "perang" ini tak bisa dimenangkan sendirian, Sekda Aang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. "Tugas pengelolaan sampah ini bukan hanya pemerintah daerah saja. Masyarakat juga harus punya kesadaran. Harus ada edukasi terus-menerus, apalagi soal membedakan sampah organik dan non-organik yang masih banyak belum dipahami," jelasnya, menyoroti pentingnya edukasi sebagai "peluru" utama dalam mengubah perilaku masyarakat.
Di sisi infrastruktur, Pemkab Karawang tak hanya berkutat pada pengadaan bak sampah konvensional. Mereka mulai melirik investasi pihak ketiga sebagai "pasukan bantuan" modern. "Bahkan, pihak ketiga juga mulai dilibatkan untuk berinvestasi dalam pengelolaan sampah, dengan harapan sampah bisa menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi," ungkap Sekda Aang, sebuah visi cerdas yang mengubah sampah dari masalah menjadi potensi.
Terinspirasi dari daerah yang sukses mengelola sampah, seperti Banyumas, Karawang kini mengadopsi teknologi Refuse Derived Fuel (RDF). "Sistem RDF yang diterapkan di sana coba kita adaptasi di Karawang, seperti di Mekarjati dan Cirejag dan rencananya akan diperluas ke wilayah lain seperti Jayakerta," papar Sekda Aang, menunjukkan langkah konkret dalam memanfaatkan teknologi untuk mengubah sampah menjadi energi.
Pengembangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) juga menjadi fokus utama. "Pengembangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Mekarjati dan Cirejag saat ini terus berjalan, dan akan dikembangkan lebih lanjut agar pengelolaan sampah bisa merata," jelasnya, menjawab tantangan distribusi sampah yang selama ini terpusat.
Dengan nada optimis, Sekda Aang menutup pernyataannya dengan ajakan kolaborasi yang tulus. "Ini bukan hanya soal aturan, tapi juga soal kesadaran. Mari bersama-sama kita jaga lingkungan Karawang agar bersih dan sehat," pungkasnya, menyerukan "gencatan senjata" terhadap kebiasaan buruk dalam memperlakukan sampah.
Langkah-langkah inovatif yang diungkapkan Sekda Aang ini memberikan harapan baru bagi Karawang dalam mengatasi persoalan sampah yang kompleks. Namun, efektivitas strategi ini akan sangat bergantung pada implementasi yang konsisten dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Akankah Karawang berhasil "memenangkan perang" melawan sampah? Kita tunggu gebrakan-gebrakan selanjutnya.