Suara Hukum.Live, KARAWANG – Pernyataan Gubernur Jawa Barat terkait maraknya praktik rentenir berkedok koperasi di Karawang mendapat dukungan penuh dari Advokat Karawang, Abdul Muhyi. Isu ini disebutnya bukan sekadar masalah struktural, melainkan telah berdampak langsung pada masyarakat yang terjebak dalam lingkaran pinjaman mencekik.
Investigasi yang dilakukan oleh tim hukum Advokat Karawang menemukan dugaan pelanggaran Koprasi yang berpotensi menjerumuskan nasabah dalam sistem bunga berbunga, sangat menyerupai praktik rentenir.
Tim Abdul Muhyi menemukan contoh kasus seorang nasabah dengan rincian pinjaman yang mencurigakan. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (Permenkop UKM) Nomor 11 Tahun 2017 secara tegas mengatur bahwa suku bunga pinjaman koperasi maksimal adalah 24% per tahun. "Artinya, BMJ diduga telah melanggar aturan suku bunga maksimal yang ditetapkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM," tegas Abdul Muhyi.
Tidak hanya itu, saat tim hukum Advokat Karawang berinisiatif menemui pihak koperasi untuk berdiskusi mencari solusi pelunasan yang adil, koperasi justru menolak memberikan data detail dan transparan terkait pinjaman klien mereka.
“Ini menimbulkan kecurigaan kuat. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh pihak BMJ. Transparansi adalah prinsip dasar koperasi. Bila mereka tertutup, maka pantas diduga ada pelanggaran administratif bahkan pidana di dalamnya,” tambah Abdul Muhyi.
Berdasarkan informasi yang diterima tim hukum dari berbagai korban, koperasi ini juga disinyalir meminta jaminan berlebihan dan tidak sesuai hukum, seperti KTP asli, ATM, akta lahir asli, ijazah asli, hingga kartu BPJS. Praktik ini jelas bertentangan dengan:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 tentang Pemerasan
Pasal 378 tentang Penipuan
Konsekuensi hukum atas tindakan tersebut dapat berupa:
Pembatalan perjanjian pinjaman secara sepihak
Pengembalian seluruh dana yang telah diterima oleh koperasi dari nasabah
Sanksi pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
“Koperasi seharusnya menjadi solusi ekonomi berbasis kekeluargaan, bukan menjadi jerat yang menyeret rakyat kecil ke dalam lingkaran kemiskinan struktural. Praktik ini adalah bentuk pelecehan terhadap semangat koperasi,” tandas Abdul Muhyi
Abdul Muhyi berkomitmen melindungi kepentingan hukum masyarakat kecil. Oleh karena itu, pihaknya berencana mengajukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Koperasi Kabupaten Karawang, mengundang BMJ, serta Aparat Penegak Hukum. Dalam RDP tersebut, pihaknya akan mempertanyakan:
Legalitas operasionalnya, Bentuk perjanjian yang digunakan
Perhitungan bunga pinjaman, Mekanisme penagihan. Jenis jaminan yang diminta, Prosedur penyelesaian sengketa,Transparansi dan akuntabilitas keuangan koperasi
“Sudah saatnya Dinas Koperasi Kabupaten Karawang, Bupati Karawang, bahkan Gubernur Jawa Barat tidak lagi berdiam diri ketika rakyatnya tercekik oleh praktik-praktik keuangan berkedok koperasi yang menyimpang dari nilai dasar ekonomi Pancasila,” tegasnya.
Menurut Abdul Muhyi, diamnya negara adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia menyerukan agar seluruh pemangku kebijakan, khususnya Dinas Koperasi, segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap legalitas, praktik, dan struktur operasional Koperasi BMJ Benayn Mandiri Jaya.
“Tidak boleh ada ruang bagi oknum yang memanfaatkan koperasi sebagai kedok untuk menindas rakyat kecil dengan bunga mencekik dan jaminan tak manusiawi. Jika negara hadir, maka rakyat terlindungi. Jika negara diam, maka hukum kehilangan nyawanya,” pungkas Abdul Muhyi.