Retaknya Kepercayaan: PT Daiki Aluminium dalam Sorotan GMBI Karawang

 


Suara Hukum.live, KARAWANG, 10 Juli 2025 – PT Daiki Aluminium Industry Indonesia di Kawasan Industri KIIC Karawang menghadapi tekanan hukum dan etika publik menyusul dugaan penolakan dialog dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Karawang. Insiden ini memicu rencana GMBI untuk memohon intervensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang, yang dapat berimplikasi signifikan terhadap legalitas operasional dan reputasi perusahaan.

Konflik ini berakar dari upaya GMBI Karawang untuk membangun komunikasi dan kolaborasi dengan PT Daiki. April, Kepala Divisi Nonlitigasi DPD GMBI Karawang, menjelaskan, "Kami telah mengirimkan surat resmi beberapa hari sebelumnya, lengkap dengan informasi kontak. Namun, hingga hari yang ditentukan, tidak ada tanggapan, konfirmasi, bahkan sapaan pun tidak kami terima."


Puncak kebuntuan terjadi saat perwakilan GMBI mendatangi lokasi PT Daiki. Mereka dilaporkan ditolak aksesnya oleh petugas keamanan dengan alasan tidak adanya perwakilan manajemen yang bersedia menemui. Menurut GMBI Karawang, tindakan ini tidak hanya menghambat upaya komunikasi, tetapi juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG) dan kemitraan sosial yang sehat.

Sikap tertutup PT Daiki menimbulkan spekulasi mengenai potensi pelanggaran hukum. Dalam konteks regulasi di Indonesia, penolakan audiensi publik tanpa alasan yang sah dapat mengindikasikan ketidakpatuhan terhadap beberapa instrumen hukum penting, antara lain:


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP): Pasal 2 dan Pasal 3 UU KIP menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik. Penolakan akses atau informasi tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak fundamental ini, terutama jika informasi yang diminta berkaitan dengan kepentingan publik atau dampak operasional perusahaan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH): Keterbukaan informasi mengenai dampak lingkungan merupakan elemen krusial dalam UUPPLH. Jika penolakan audiensi ini terkait dengan pertanyaan mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau pengelolaan limbah, hal ini dapat mengindikasikan ketidakpatuhan terhadap prinsip transparansi lingkungan yang diamanatkan.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung (PP Bangunan Gedung): Pasal 18 PP ini mensyaratkan pemilik atau pengguna bangunan gedung untuk memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Ketertutupan informasi terkait SLF dapat memunculkan pertanyaan mengenai kelaikan dan kepatuhan bangunan gedung yang digunakan oleh PT Daiki.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.6/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 tentang Standar Baku Mutu Limbah Cair Bagi Usaha dan/atau Kegiatan: Regulasi ini mengatur secara ketat pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika ada dugaan pengelolaan limbah yang tidak sesuai standar, penolakan audiensi dapat mempersulit upaya verifikasi kepatuhan dan menimbulkan potensi pelanggaran pidana lingkungan.

April menegaskan, "Sikap tertutup yang tidak proporsional ini dapat memicu praduga buruk." Ia menambahkan, "Apakah PT Daiki menyembunyikan potensi pelanggaran hukum? Apakah ada masalah dengan dokumen SLF atau AMDAL? Atau mungkin ada pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai standar?" Pertanyaan-pertanyaan ini menggarisbawahi perlunya investigasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.

Mengingat sikap PT Daiki, GMBI Karawang telah merancang serangkaian langkah strategis yang berpotensi memiliki implikasi hukum dan politik:

Pembukaan Forum Bersama DPRD Karawang: Langkah ini bertujuan untuk mengaktifkan fungsi pengawasan legislatif DPRD terhadap perusahaan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana DPRD memiliki fungsi pengawasan.

Pengajuan Surat Resmi kepada Dinas Lingkungan Hidup: GMBI akan mendesak audit kepatuhan lingkungan, yang dapat berujung pada investigasi lapangan dan, jika ditemukan pelanggaran, sanksi administratif hingga pidana sesuai UUPPLH.

Permintaan Inspeksi Mendadak (Sidak) dari Satpol PP: Ini untuk menyelidiki potensi pelanggaran perizinan, tata ruang, atau peraturan daerah lainnya yang berada di bawah yurisdiksi Satpol PP.

Pembentukan Tim Investigasi Internal GMBI: GMBI akan secara mandiri mengumpulkan data dan fakta lapangan untuk memperkuat dasar aduan dan tuntutan mereka.


April menyatakan, "Kami hadir bukan untuk menjatuhkan. Namun, jika terus diabaikan, masyarakat berhak mempertanyakan: apa yang sebenarnya disembunyikan oleh PT Daiki?" Pernyataan ini menegaskan bahwa GMBI berupaya menjalankan fungsi kontrol sosial yang bertanggung jawab, namun tidak akan ragu untuk menempuh jalur hukum jika diperlukan.


GMBI Karawang telah memberikan ultimatum 1x24 jam kepada PT Daiki untuk membuka jalur komunikasi resmi. Kepatuhan perusahaan terhadap seruan ini akan menjadi indikator penting dalam menilai komitmennya terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Penolakan berkelanjutan dapat memperburuk posisi hukum dan reputasi PT Daiki di hadapan publik dan otoritas terkait.

(Red)