Suara Hukum.live - Di sudut Desa Aman Sari, Rengas Dengklok, tepatnya di RT 13 RW 04, berdiri sisa-sisa rumah yang pernah menjadi tempat bernaung bagi Bapak Nasan dan Bapak Kosim. Tiga tahun lalu, harapan sempat merekah di hati mereka ketika pemerintah desa menjanjikan program Rumah Layak Huni (Rulahu). Namun, janji itu tak kunjung ditepati, hingga rumah mereka roboh dimakan waktu dan cuaca.
Bapak Nasan dan Bapak Saman, dua tetangga yang berprofesi sebagai kuli angkut barang, serta Bapak Kosim, seorang pemulung penyandang disabilitas, hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka bertiga tinggal di desa yang sama, bertetangga dekat, dan kini sama-sama kehilangan tempat tinggal.
Bapak Kosim, dengan suara lirih, menceritakan bagaimana rumahnya telah didata dan disurvei oleh pemerintah desa. Janji manis akan segera dibangun kembali sempat membuatnya optimis. Namun, harapan itu pupus seiring berjalannya waktu.
"Capek, Pak," keluhnya, "sudah banyak yang datang survei dengan janji akan dibangun. Setiap datang, saya selalu memberi rokok minimal 2 bungkus, dengan harapan program ini dapat cepat terealisasi."
Kisah Bapak Kosim ini menjadi ironi di tengah janji-janji yang tak kunjung ditepati. Ia, bersama Bapak Nasan dan Bapak Saman, kini harus menghadapi kenyataan pahit: bertetangga dalam kesusahan, tanpa tempat berteduh, dan dengan harapan yang kian menipis.