Suara Hukum.live -Di balik hiruk pikuk mesin-mesin produksi PT Chang Shin Indonesia (CSI), kabar duka menyayat hati mencuat. Kintan Juniarsari, seorang karyawati muda, meregang nyawa setelah mengalami kecelakaan kerja di pabrik garmen tersebut. Ironisnya, nyawa Kintan justru melayang usai mendapatkan suntikan obat bius di Rumah Sakit Fikri Medika, tempat ia dilarikan untuk mendapatkan penanganan atas luka di jari tangannya.
Kehilangan tragis ini bukan hanya meninggalkan duka
mendalam bagi keluarga Kintan, namun juga menjadi tamparan keras bagi dunia
ketenagakerjaan di Karawang. Bagaimana mungkin luka ringan di jari berujung
pada kematian? Pertanyaan inilah yang kini menggelayuti benak banyak pihak,
memicu kecurigaan adanya kelalaian berlapis dalam penanganan kasus ini.
Advokat senior Karawang, H. Asep Agustian, S.H.,
M.H., angkat bicara dan menilai bahwa insiden ini jauh dari sekadar kecelakaan
biasa. Dengan nada tegas, pria yang akrab disapa Askun ini menduga adanya
potensi kelalaian yang sistematis, baik dari pihak perusahaan maupun fasilitas
kesehatan yang menangani Kintan.
“Kalau luka jari bisa berakhir dengan kematian, itu
bukan takdir—itu potensi kejahatan. Negara tidak boleh diam. Ini saatnya hukum
bicara!” seru Askun dengan penuh penekanan.
Askun membeberkan sejumlah dasar hukum yang diduga
kuat telah dilanggar dalam kasus ini:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Pasal 86
secara jelas mengatur hak pekerja atas perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3), sementara Pasal 87 mewajibkan pengusaha untuk melaksanakan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang SMK3: Peraturan
ini secara spesifik mewajibkan perusahaan dengan jumlah pekerja lebih dari 100
orang untuk menerapkan SMK3.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Undang-undang
ini menegaskan kewajiban setiap pengusaha untuk menjamin keselamatan para
pekerja.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 359: Pasal ini
mengatur tentang tindak pidana akibat kelalaian yang menyebabkan hilangnya
nyawa seseorang.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran: Pasal
79 memungkinkan adanya jeratan pidana bagi tenaga medis yang terbukti melakukan
malpraktik akibat tindakan medis tanpa indikasi yang jelas atau kesalahan
prosedural.
Kematian tragis Kintan tidak hanya menyisakan duka
bagi keluarga, tetapi juga menebarkan ketakutan di kalangan ribuan buruh yang
bekerja di kawasan industri Karawang. Di berbagai forum dan grup pekerja, kasus
ini menjadi perbincangan hangat, diwarnai rasa cemas dan hilangnya rasa aman di
tempat kerja.
Hal ini menimbulkan rasa.Ketakutan Buruh, berpotensi
mengganggu stabilitas sosial di lingkungan industri Karawang, dengan dampak Meningkatnya
tekanan psikologis dan kecemasan di kalangan pekerja.Menurunnya kepercayaan
buruh terhadap fasilitas kesehatan yang menjadi mitra perusahaan.
Serta Munculnya potensi aksi protes dan mogok kerja sebagai bentuk tuntutan atas keadilan dan keamanan kerja. Dan Rusaknya citra Karawang sebagai kawasan industri yang menjunjung tinggi keselamatan dan etika kerja.
Menyikapi tragedi ini, Asep Agustian mendesak aparat penegak hukum
untuk bertindak cepat dan tegas. Ia menyerukan Segera dilakukan autopsi terhadap
jenazah Kintan Juniarsari untuk mengungkap secara jelas penyebab kematian.
Kepolisian harus mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dalam
prosedur penanganan korban, mulai dari pihak perusahaan hingga tenaga medis di
rumah sakit.serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) serta
pihak Imigrasi perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap legalitas
dan standar operasional PT CSI, termasuk menelusuri keberadaan tenaga kerja
asing di perusahaan tersebut.
“Ini bukan sekadar soal satu nyawa yang hilang. Ini
adalah persoalan mendasar tentang hak-hak buruh, keadilan sosial, dan bagaimana
negara ini menjamin kemanusiaan warganya,” pungkas Askun dengan nada penuh
harap agar keadilan segera ditegakkan. Kasus Kintan Juniarsari kini menjadi
ujian bagi penegakan hukum dan komitmen perlindungan pekerja di jantung kawasan
industri Karawang.