SERDANG BEDAGAI, Suara Hukum.Live – Kejaksaan Negeri (Kejari) Serdang Bedagai tengah menjadi sorotan publik menyusul penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian dan restrukturisasi kredit oleh Bank Sumut cabang Sei Rampah yang dimulai sejak tahun 2015. Meskipun beberapa nasabah dan mantan pejabat bank telah ditetapkan sebagai tersangka, publik menanti langkah hukum yang lebih tegas terhadap para pengambil keputusan utama di internal bank.
Sejauh ini, tersangka yang telah ditahan di Rutan Tanjung Gusta antara lain adalah nasabah umum serta dua mantan pejabat Bank Sumut berinisial TAM (eks Kepala Cabang) dan PC. Namun, beberapa nama pejabat internal bank yang juga terlibat dalam proses persetujuan kredit, seperti GC (Wakil Pimpinan), AH (APK), RK (AO), TZ (AO), hingga NAD (Koordinator Restrukturisasi), hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Serdang Bedagai, Hasan Afif Muhammad, menyatakan bahwa pihaknya tengah mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain. "Kami sedang melakukan pendalaman. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan, termasuk dari internal bank," ujarnya saat dikonfirmasi pada Rabu, 11 Juni 2025.
Di sisi lain, muncul pertanyaan mengenai dasar penahanan terhadap nasabah, terutama mengingat kredit tersebut telah melalui proses restrukturisasi resmi—sebuah mekanisme legal di sektor perbankan untuk menyelamatkan kredit bermasalah. Praktisi hukum berpendapat bahwa tanpa adanya temuan kerugian negara atau indikasi penipuan yang jelas, perkara ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana.
"Kalau semua unsur administrasi formal telah dijalankan dan tidak ada niat jahat yang terbukti, maka tidak semestinya nasabah dikriminalisasi," ungkap seorang pengamat hukum perbankan yang enggan disebutkan namanya.
Lebih lanjut, hingga saat ini belum ditemukan hasil audit dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), maupun audit internal Bank Sumut yang secara spesifik menunjukkan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut. Hal ini semakin memperkuat pertanyaan publik mengenai arah dan fokus penyidikan.
Tokoh masyarakat Serdang Bedagai, Budi SH, mendesak Kejari untuk bersikap adil dan transparan dalam penanganan kasus ini. "Jika pejabat bank turut menandatangani proses restrukturisasi, maka mereka pun seharusnya ikut dimintai pertanggungjawaban," katanya. Ia menambahkan, "Hukum tidak boleh hanya menjerat yang lemah."
Kasus ini kini menjadi ujian penting bagi integritas Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai. Publik menanti apakah Kejari Sergai mampu menegakkan hukum secara menyeluruh, atau justru membiarkan praktik tebang pilih terus berlanjut. Keterbukaan fakta dan jaminan proses hukum yang objektif, transparan, dan berkeadilan menjadi tuntutan utama dari masyarakat. (Tim)