Suara Hukum.liveKawasan Interchange Gerbang Tol Karawang Timur mendadak riuh. Puluhan bangunan liar yang berdiri di atas lahan strategis itu rata dengan tanah. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Karawang, bersama tim gabungan dari berbagai instansi, bergerak cepat melakukan penertiban. Alasan klasik: perbaikan jalan dan drainase. Namun, benarkah hanya itu?
Kepala Satpol PP Karawang, Basuki Rahmat,
menyebut penertiban ini atas "permohonan" Jasa Marga. Genangan air
yang kerap terjadi menjadi alasan utama. Namun, ada yang janggal. Mengapa harus
puluhan bangunan yang ditertibkan? Apakah perbaikan drainase membutuhkan lahan
seluas itu?
"Penertiban ini merupakan permohonan dari
pihak Jasa Marga karena selama ini banyak genangan air. Maka akan dilakukan
perbaikan drainase, sekaligus akan dilakukan peningkatan ruas jalan," ujar
Basuki.
Namun, sumber internal yang enggan disebutkan
namanya mengungkapkan, penertiban ini adalah bagian dari persiapan proyek yang
lebih besar. "Ada rencana pengembangan kawasan di sekitar gerbang tol.
Bangunan-bangunan itu dianggap menghambat," ujarnya.
Sebelum penertiban, tim gabungan mengklaim
telah melakukan sosialisasi. Namun, prosesnya terkesan "kilat". Surat
peringatan pertama hanya diberi waktu tiga hari, surat peringatan kedua dua
hari, dan surat peringatan ketiga hanya 1x24 jam. Warga yang sebagian besar
pedagang kecil dan pengusaha tambal ban, tak punya banyak waktu untuk berbenah.
"Kami sudah memberikan surat edaran
kepada para pedagang pasir, tambal ban, di sini sesuai SOP," jelas Basuki.
Namun, di lapangan, warga mengaku kaget dengan
kecepatan proses ini. "Kami tahu akan ditertibkan, tapi tidak secepat ini.
Kami belum sempat memindahkan barang-barang," ujar salah seorang pedagang
dengan nada kecewa.
Penertiban ini melibatkan 200 personel
gabungan dan 4 truk dari DLH serta 2 alat berat. "Operasi senyap" ini
berjalan mulus tanpa perlawanan berarti. Warga yang sadar akan ketidakberdayaan
mereka, memilih pasrah.