Suara Hukum.live - Dugaan manipulasi izin tambang yang dilakukan
oleh PT Mas Putih Belitung (MPB) mencuat ke permukaan, memicu kecurigaan publik
akan praktik korupsi yang melibatkan oknum pejabat. Status izin Usaha Kecil
Menengah (UKM) yang diklaim perusahaan, dengan nilai investasi di bawah Rp5
miliar, dinilai sebagai upaya akal-akalan untuk meloloskan proyek tambang skala
besar.
Dalam audiensi yang digelar di Komisi 4 DPRD
Jawa Barat, perwakilan PT MPB bersikukuh bahwa izin mereka berstatus UKM.
Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh Presidium Masyarakat Karawang
Bersatu (MKB), Yudi Wibiksana. Yudi mengungkapkan adanya kejanggalan, mengingat
rekam jejak perusahaan yang diduga kuat terlibat dalam kasus Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Karawang, Ade Swara.
"Kita tidak bodoh. Kasus TPPU Ade Swara
sudah menjadi bukti nyata. Bagaimana mungkin perusahaan yang dipimpin oleh
orang yang sama, yang pernah memberikan suap miliaran rupiah, tiba-tiba menjadi
UKM?" ujar Yudi dengan nada geram, usai audiensi.
Yudi merujuk pada kesaksian Freddy, Direktur
Utama PT JSI yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT MPB, dalam sidang
Tipikor Bandung pada 2015 silam. Freddy mengakui telah memberikan uang suap
senilai Rp4,8 miliar kepada istri Ade Swara, Nuriatifah, dan Rp1,2 miliar
kepada mantan Ketua DPRD Karawang, Tono Bachtiar.
"Ini bukan sekadar dugaan, tapi fakta
yang terungkap di pengadilan. Sekarang, mereka mencoba mengelabui publik dengan
status UKM. Ini jelas upaya manipulasi untuk meloloskan Izin Usaha Pertambangan
(IUP)," tegas Yudi.
MKB juga menyayangkan sikap Komisi 4 DPRD
Jabar yang dinilai cenderung memfasilitasi PT MPB untuk "memperbaiki"
atau "memuluskan" izin. Mereka menegaskan bahwa pencabutan IUP PT MPB
adalah harga mati.
Ketua Komisi 4 DPRD Jabar, Rizaldy Priambodo,
menyarankan agar MKB dan PT MPB menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum.
Namun, pernyataan ini dinilai tidak solutif dan mengindikasikan adanya upaya
untuk melindungi PT MPB.
"Kami datang ke sini bukan untuk
main-main. Kami ingin keadilan. Kami tidak akan membiarkan Karawang dirusak
oleh perusahaan yang jelas-jelas bermasalah," tandas Yudi.
Audiensi ini juga dihadiri oleh perwakilan
Dinas ESDM Jabar, DLHK Jabar, BMPR Jabar, dan DPMPTSP Jabar. Namun, kehadiran
mereka dinilai tidak memberikan kontribusi signifikan dalam mengungkap
kebenaran.
Kasus ini membuka tabir dugaan praktik kotor
dalam perizinan tambang di Karawang. Diperlukan investigasi mendalam untuk
mengungkap jaringan korupsi yang mungkin melibatkan oknum pejabat dan
pengusaha.
Masyarakat Karawang menuntut transparansi dan
akuntabilitas. Mereka tidak ingin wilayahnya menjadi korban keserakahan
segelintir orang.
Kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum
di Indonesia. Masyarakat menanti jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.