Gubernur Jabar Ditegur Aktivis Soal Jembatan Mangkrak di Karawang Selatan

 


Suara Hukum.live - Kekesalan mendalam dirasakan masyarakat Karawang Selatan (Karsel). Janji manis Gubernur Jawa Barat (Jabar), Kang Dedi Mulyadi (KDM), terkait pembangunan jembatan sementara (Bailey) di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, kini hanya menyisakan kekecewaan. Aktivis Karawang, Tatang Obet, tak segan melayangkan kritik pedas kepada sang gubernur atas mangkraknya proyek yang dijanjikan rampung sebelum Hari Raya Idul Fitri tersebut.

"Kekecewaan masyarakat Karawang Selatan (Karsel) sangat besar. Janji yang diucapkan di medsos tidak terealisasi. Bahkan akhirnya hanya berujung permintaan maaf," ujar Tatang dengan nada getir, Kamis (10/4). Ia menilai, janji yang sempat digaungkan KDM melalui media sosial sebulan lalu itu kini hanya menjadi angin surga bagi warga yang mendambakan akses transportasi yang layak.

Lebih lanjut, Tatang menyarankan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar mengakui ketidak mampuannya dalam menuntaskan proyek tersebut. "Jika Pemprov Jabar tak mampu menuntaskan proyek tersebut, lebih baik diserahkan saja kepada Pemerintah Kabupaten Karawang," tegasnya.

Di tengah kekecewaan terhadap lambannya kinerja Pemprov, Tatang justru memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada inisiatif swadaya masyarakat Karawang Selatan. Dengan semangat gotong-royong, warga bahu-membahu mengumpulkan dana hingga puluhan juta rupiah untuk membangun jembatan penyeberangan orang (JPO) sementara dari material kayu dan bambu. Jembatan sederhana ini kini menjadi urat nadi penghubung vital bagi kendaraan roda dua dan pejalan kaki di wilayah tersebut.

"Tanpa gembar-gembor di medsos, warga Karawang Selatan bergerak nyata. Mereka swadaya kumpulkan dana puluhan juta rupiah dan bangun JPO sendiri. Ini membuktikan jiwa gotong royong masyarakat Karsel luar biasa," puji Tatang.

Ia menekankan betapa krusialnya keberadaan jembatan, baik yang sementara maupun permanen, bagi aktivitas ekonomi sekitar 70 ribu jiwa penduduk di dua kecamatan, Pangkalan dan Tegalwaru. "Bisa dibayangkan jika tak ada JPO, ekonomi masyarakat bisa terpuruk karena akses transportasi terputus," katanya.

Meski tak menampik gebrakan seratus hari kerja Gubernur yang aktif dipublikasikan melalui berbagai platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, Tatang mengaku kecewa karena realita di lapangan tak seindah konten yang disajikan. "Faktanya, perhatian Gubernur terhadap Karawang Selatan sangat minim. Padahal potensi dan jumlah penduduknya besar," sindirnya.

Tatang pun memberikan "saran membangun" kepada KDM. Ia menilai, jika jembatan sementara dapat diselesaikan tepat waktu dan dilanjutkan dengan pembangunan jembatan permanen, hal itu akan menjadi prestasi gemilang bagi sang gubernur. "Kalau berhasil, gelar saja syukuran, undang semua warga Karawang Selatan. Acara gunting pita pun bisa dikemas sebagai konten menarik di medsos. Like dan follower pasti nambah. Itu baru keren dan benar-benar Jawa Barat Istimewa," pungkas Tatang, menyiratkan sindiran sekaligus harapan.

Kini, mata masyarakat Karawang Selatan tertuju pada respons Gubernur KDM. Akankah kritikan pedas ini menjadi cambuk untuk segera merealisasikan janji pembangunan jembatan? Atau janji tersebut akan terus menjadi cerita pilu di tengah semangat gotong royong warga yang bergerak lebih cepat dari pemerintah provinsi? Waktu yang akan menjawab.